Selasa, 26 Maret 2013

Pitutur Urip Wong Jawa (1)


Dudu Sanak Dudu Kadang, Yen Mati Melu Kelangan

 Artinya, dudu sanak (bukan saudara), dudu kadang (bukan kerabat), yen mati (kalau meninggal), melu kelangan (ikut kehilangan). Peribahasa ini merupakan gambaran mengenai eratnya sistem kekerabatan di Jawa, dimana semua warga dihargai tanpa membeda-bedakan keturunan maupun hubungan darah yang ada. Meskipun orang lain, kalau yang bersangkutan mau menyatu atau membaur, maka mereka akan menghargai dan menganggapnya seperti keluarga sendiri.

Orang Jawa memiliki semangat persaudaraan yang tinggi. Semangat itu membuat mereka mudah bergaul, menjalin persahabatan dengan siapa saja. Sebab, persaudaraan (patembayatan) merupakan cara yang ideal untuk menemukan ketenteraman hidup. Di Jawa, menghormati orang lain (misalnya, tamu) sangatlah diutamakan. Terlebih jika sosok itu telah berjasa. Menghormatinya pun akan diwujudkan dengan bermacam cara, sekaligus menjadi manivestasi balas budi kepada sang pemberi jasa. Karena itulah, ketika sosok yang sangat dihormati dan dihargai itu meninggal, mereka akan benar-benar berduka dan merasa sangat kehilangan. Bahkan, terkadang lebih berduka daripada ketika menghadapi kematian sanak kerabat sendiri. 
Saya harus banyak belajar dari para pendahulu...karena semua Pitutur Urip Wong Jowo merupakan suatu pengalaman hidup dengan menggunakan ilmu titen  (yang diamati dan dianalisa tentunya segala sesuatu yang terjadi).




Ilmu Titen

Bagi manusia Jawa, tidak ada yang kebetulan didalam hidup ini – semua kejadian sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, Maha Skenario. Karena tidak ada  yang kebetulan maka pola-pola kejadian didalam kehidupan kita tentunya bisa diobservasi dan diteliti untuk kemudian diambil hikmahnya dan dilakoni nasihatnya.

Dalam metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, sebetulnya metode niteni adalah metode yang sah untuk mencari atau menggali ilmu secara ilmiah. Bahkan, ilmu-ilmu sosial sangat bergantung pada metode penelitian seperti ini sehingga metode ini menjadi jantung penelitian. Misalnya Jean Piaget, bapak teori perkembangan, mengembangkan ilmu psikologi kognitif dengan mengamati dan memantau anak-anak berbagai usia. Beliau mencatat setiap hasil pengamatannya secara terperinci sehingga ia bisa meneliti ada atau tidaknya hukum sebab-akibat yang konstan pada anak-anak untuk kemudian bisa ia dijadikan sebuah teori. Lalu, hasil analisa beliau – yang didasarkan pada utak atik gathuk– dicatat, dipelajari, dibantah dan diuji hingga pola sebab akibat dari semua variabel yang diteliti tersusun rapi dan jelas. Manusia Jawa juga melakukan pengamatan dan analisa serupa dalam kehidupannya sehari hari, dantanpa disadari, manusia Jawa sebenarnya sudah menjadi ilmuwa otodidak. Tanda-tanda alam dan kejadian-kejadian diperhatikan dan dicatat dalam ingatan pribadi lalu dianalisa dan hasil analisa itulah yang menuntunnya membuat keputusan.

Ilmuwan jaman dulu selalu melakukan eksperimen berdasarkan ilmu titen. Benjamin Franklin menciptakan penangkal petir setelah dia memperhatikan akibat dari sambaran petir dan meneliti bagaimana cara kerja petir itu. Isaac Newton, sang jenius yang secara “kebetulan”niteni apel jatuh dan itu menuntunnya pada penemuan sebuah teori gravitasi. Semua ilmuwan besar belajar dari alam sehingga mereka tidak hanya mampu menghargai alam raya dan seisinyatapi juga mampu menggunakannya untuk kemajuan kemanusiaan dan peradaban seluruh makhluk. Manusia Jawa sangat percaya akan hal ini.

Apa bedanya ilmuwan sejati dengan manusia Jawa yang niteni secara informal ini? Perbedaan yang utama terletak pada kemampuan memilih dan memisahkan variable yang sah dari yang tidak sah, kemampuan analisa dan kedalaman analisa. Semakin tinggi ketiga kemampuan ini maka hasil niteni akan semakin ilmiah dan semakin mantap nafas empiriknya.

Lantas,apakah dengan begitu kita bisa menghakimi bahwa manusia Jawa yang niteni itu primitif, bahwa utak atik gathuk itu tidak ilmiah?Tapi apa bedanya dengan sistim uji korelasi dalam metode penelitian kuantitatif? Jadi, dimana letak kemusyrikannya metode ini? Bukankah yang diteliti juga ciptaan Tuhan?

Memang, banyak pakem yang harus diikuti untuk bisa niteni dengan benar supaya tidak terjebak pada penyesatan dan penyelewengan ilmu titen, dan itulah yang harus kita waspadai.

diambil dari berbagai sumber

1 komentar:

  1. Anda mengalami kencing yang di sertai dengan nanah? Dan tidak tahu sebenarnya yang anda derita? disitus ini, kami akan menjelaskan sedikit mengenai pengertian, gejala, ciri-ciri dan pengobatan penyakit kencing nanah secara alami. Apa sih penyakit Kencing Nanah ? Kencing nanah merupakan suatu penyakit menular seksual. anda harus benar-benar memahami ciri-ciri dan gejalanya baik pada pria maupun wanita. karena penyakit ini akan sangat berbahaya jika tidak segera di obati. Kami juga menyediakan obat kencing nanahuntuk anda

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...